BAB 1
Contoh Kasus : Etika Moral
Balita 4 Bulan di Bekasi Meninggal
Diduga Dianiaya Ibu Kandung
Liputan6.com, Bekasi - Rayyan Algifari, balita berusia 4 bulan warga Perum Auri
Margahayu, Bekasi Timur, Kota Bekasi, Jawa Barat, meninggal pada Rabu 5 Agustus
2015 dengan luka di lengan. Diduga, balita tersebut meninggal akibat
penganiayaan ibu kandung.
Ari Hananti, (67) nenek korban yang diwakili kuasa hukumnya langsung melaporkan kasus dugaan penganiayaan itu ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Bekasi Kota, pada Kamis 20 Agustus 2015 dengan nomor laporan STPL /1458/K/VIII/2015/SPKT/Resta Bekasi Kota.
Kuasa hukum Ari Hananti, Hermanto, mengatakan kedatangan mereka ke PPA Mapolresta Bekasi Kota untuk melaporkan tindakan dugaan penganiayaan yang menyebabkan balita berusia 4 bulan itu tewas dengan kondisi mengenaskan yang diduga dilakukan Vita Alfina (37) yang merupakan anak kandung Ari Hananti sendiri.
"Kami bersama dengan tim kuasa hukum dari Barisan Advokat Bersatu (Beradu) mendatangi PPA Mapolresta Bekasi Kota untuk melaporkan kasus tewasnya Rayyan Algifari yang diduga dianiaya orangtua kandungnya sendiri," kata Hermanto di Mapolresta Bekasi Kota, Jumat (21/8/2015) dini hari.
Dia mengatakan, kejadian tersebut terjadi di rumah Ari Hananti di perumahan Auri, Margahayu, Bekasi Timur, Kota Bekasi, pada 5 Agustus 2015.
"Di rumah tersebut, diduga korban dianiaya oleh pelaku. Korban merupakan putra keempat dari suami ketiga pelaku," ujar Hermanto.
Menurutnya, kejadian tersebut berawal ketika sang nenek pergi ke Bintaro, Jakarta Selatan, sedangkan korban bersama ibu kandungnya di rumah bersama 3 kakak korban lain. Diduga pelaku dan suaminya bertengkar sampai akhirnya sang nenek mendapat laporan dari RT setempat bahwa cucunya meninggal.
"Korban tewas dengan kondisi yang memprihatinkan, bagian tangan dan kakinya terdapat luka memar yang diduga mengalami tindak penganiayaan," papar dia.
Karena takut hal serupa terjadi dengan cucu-cucu yang lainnya, sang nenek bersama dengan kuasa hukumnya melaporkan kasus ini ke kepolisian.
Ari Hananti, (67) nenek korban yang diwakili kuasa hukumnya langsung melaporkan kasus dugaan penganiayaan itu ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Bekasi Kota, pada Kamis 20 Agustus 2015 dengan nomor laporan STPL /1458/K/VIII/2015/SPKT/Resta Bekasi Kota.
Kuasa hukum Ari Hananti, Hermanto, mengatakan kedatangan mereka ke PPA Mapolresta Bekasi Kota untuk melaporkan tindakan dugaan penganiayaan yang menyebabkan balita berusia 4 bulan itu tewas dengan kondisi mengenaskan yang diduga dilakukan Vita Alfina (37) yang merupakan anak kandung Ari Hananti sendiri.
"Kami bersama dengan tim kuasa hukum dari Barisan Advokat Bersatu (Beradu) mendatangi PPA Mapolresta Bekasi Kota untuk melaporkan kasus tewasnya Rayyan Algifari yang diduga dianiaya orangtua kandungnya sendiri," kata Hermanto di Mapolresta Bekasi Kota, Jumat (21/8/2015) dini hari.
Dia mengatakan, kejadian tersebut terjadi di rumah Ari Hananti di perumahan Auri, Margahayu, Bekasi Timur, Kota Bekasi, pada 5 Agustus 2015.
"Di rumah tersebut, diduga korban dianiaya oleh pelaku. Korban merupakan putra keempat dari suami ketiga pelaku," ujar Hermanto.
Menurutnya, kejadian tersebut berawal ketika sang nenek pergi ke Bintaro, Jakarta Selatan, sedangkan korban bersama ibu kandungnya di rumah bersama 3 kakak korban lain. Diduga pelaku dan suaminya bertengkar sampai akhirnya sang nenek mendapat laporan dari RT setempat bahwa cucunya meninggal.
"Korban tewas dengan kondisi yang memprihatinkan, bagian tangan dan kakinya terdapat luka memar yang diduga mengalami tindak penganiayaan," papar dia.
Karena takut hal serupa terjadi dengan cucu-cucu yang lainnya, sang nenek bersama dengan kuasa hukumnya melaporkan kasus ini ke kepolisian.
Ibu Kandung Diperiksa
Kasubag Humas Polresta Bekasi Kota
AKP Siswo mengatakan, hingga kini pihaknya masih memeriksa ibu korban yang
diduga melakukan penganiayaan terhadap anak kandungnya itu.
"Hingga kini pihak kepolisian Polresta Bekasi Kota masih melakukan pemeriksaan dan mendalami keterangan ibu korban," kata AKP Siswo kepada Liputan6.com di Bekasi, Jumat.
"Hingga kini pihak kepolisian Polresta Bekasi Kota masih melakukan pemeriksaan dan mendalami keterangan ibu korban," kata AKP Siswo kepada Liputan6.com di Bekasi, Jumat.
Siswo mengatakan, awal kasus ini
berdasarkan laporan dari nenek korban tentang adanya dugaan penganiayaan yang
dilakukan oleh ibu kandung. Atas dasar laporan itu, petugas langsung bergerak
cepat dan mengamankan ibu kandung korban di wilayah Rawamangun, Jakarta Timur
dini hari tadi.
"Ibu kandung sudah diperiksa, namun untuk perkembangan lebih lanjut pihak kepolisian masih menunggu penyidik. Saat ini status ibu korban masih terlapor," ujar Siswo. (Mvi/Yus).
"Ibu kandung sudah diperiksa, namun untuk perkembangan lebih lanjut pihak kepolisian masih menunggu penyidik. Saat ini status ibu korban masih terlapor," ujar Siswo. (Mvi/Yus).
BAB 2
Contoh Kasus : Teori Etika Moral
Taman Rusak karena Es Krim Gratis,
Walikota Risma Marah Besar
Liputan6.com,
Surabaya - Acara bagi-bagi es krim di
Taman Bungkul Surabaya, Jawa Timur sekitar pukul 06.00 WIB, membuat marah
Walikota Surabaya Tri Rismaharini. Sebab, taman yang pernah mendapatkan
penghargaan dari PBB tersebut rusak parah.
Tri Rismaharini mengatakan, akan menuntut secara hukum pihak panitia karena acara Wall's Ice Cream Day yang diselenggarakan di Taman Bungkul, Surabaya, Minggu (11/5/2014), merusak taman kota yang telah susah payah ia bangun bersama warganya.
Dengan penuh amarah, Risma mendatangi stand panitia sambil memarahi mereka karena telah merusak taman yang dia bangun dengan dana miliaran dan juga waktu yang tidak sebentar.
"Kalian tidak punya izin ngadain ini, lihat semuanya rusak! Kami bangun ini nggak sebentar, biayanya juga nggak sedikit. Kalian seenaknya merusak. Saya akan tuntut kalian!" seru Risma sambil meninggalkan panitia Wall's yang terlihat kaget.
Namun, hal yang berbeda diungkapkan pihak panitia, terkait perizinan. Panitia mengaku telah mendapat izin, baik dari Pemerintah Kota (Pemkot), Polrestabes, dan juga Dinas terkait untuk mengadakan dan mengamankan acara.
"Izin kami sudah dapat kok. Sedangkan taman yang rusak saat ini kami sedang mendata dan akan mengganti rugi," kata Kanania Radiatni, Assisten Manager Wall's Ice Cream sebelum kedatangan Risma.
Wall's Ice Cream Day yang diselenggarakan Unilever digelar serentak di 6 kota besar, salah satunya Kota Surabaya. Dalam acara itu, mereka membagikan es krim gratis kepada warga dengan cara menukar kupon yang sebelumnya telah disebar.
Acara dimulai pukul 06.00 WIB tadi pagi dan langsung dibubarkan sejam kemudian, sekitar pukul 07.00 WIB oleh Dinas Pertamanan karena kerumunan masyarakat merusak taman kota dan menimbulkan kemacetan total.
Meski demikian, masyarakat masih terus berdatangan hingga pukul 10.00 WIB dan memadati seluruh ruas jalan yang menuju ke Taman Bungkul. Baik itu jalan protokol dari perempatan Darmo hingga perempatan Wonokromo, maupun jalan-jalan kecil di sekitar di antaranya, Progo, Jalan Serayu, Ciliwung, Cimanuk, hingga Jalan Diponegoro juga kena imbas macet.
Sementara itu, sesaat setelah kedatangan Risma, tenda Wall's sudah dibongkar dan panitia sudah tak terlihat di lokasi. (Yus)
Tri Rismaharini mengatakan, akan menuntut secara hukum pihak panitia karena acara Wall's Ice Cream Day yang diselenggarakan di Taman Bungkul, Surabaya, Minggu (11/5/2014), merusak taman kota yang telah susah payah ia bangun bersama warganya.
Dengan penuh amarah, Risma mendatangi stand panitia sambil memarahi mereka karena telah merusak taman yang dia bangun dengan dana miliaran dan juga waktu yang tidak sebentar.
"Kalian tidak punya izin ngadain ini, lihat semuanya rusak! Kami bangun ini nggak sebentar, biayanya juga nggak sedikit. Kalian seenaknya merusak. Saya akan tuntut kalian!" seru Risma sambil meninggalkan panitia Wall's yang terlihat kaget.
Namun, hal yang berbeda diungkapkan pihak panitia, terkait perizinan. Panitia mengaku telah mendapat izin, baik dari Pemerintah Kota (Pemkot), Polrestabes, dan juga Dinas terkait untuk mengadakan dan mengamankan acara.
"Izin kami sudah dapat kok. Sedangkan taman yang rusak saat ini kami sedang mendata dan akan mengganti rugi," kata Kanania Radiatni, Assisten Manager Wall's Ice Cream sebelum kedatangan Risma.
Wall's Ice Cream Day yang diselenggarakan Unilever digelar serentak di 6 kota besar, salah satunya Kota Surabaya. Dalam acara itu, mereka membagikan es krim gratis kepada warga dengan cara menukar kupon yang sebelumnya telah disebar.
Acara dimulai pukul 06.00 WIB tadi pagi dan langsung dibubarkan sejam kemudian, sekitar pukul 07.00 WIB oleh Dinas Pertamanan karena kerumunan masyarakat merusak taman kota dan menimbulkan kemacetan total.
Meski demikian, masyarakat masih terus berdatangan hingga pukul 10.00 WIB dan memadati seluruh ruas jalan yang menuju ke Taman Bungkul. Baik itu jalan protokol dari perempatan Darmo hingga perempatan Wonokromo, maupun jalan-jalan kecil di sekitar di antaranya, Progo, Jalan Serayu, Ciliwung, Cimanuk, hingga Jalan Diponegoro juga kena imbas macet.
Sementara itu, sesaat setelah kedatangan Risma, tenda Wall's sudah dibongkar dan panitia sudah tak terlihat di lokasi. (Yus)
BAB 3
Contoh
Kasus : Etika Bisnis Yang Bersumber dari Agama
SDM Industri Syariah
Indonesia Harus Terus Ditingkatkan
EKONOMI
12 November, 2015 -
15:50
JAKARTA,
(PRLM).- Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D. Hadad
mengatakan, Sumber Daya Manusia (SDM) industri syariah Indonesia harus terus
ditingkatkan. Hal itu untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang diyakini akan
bisa menjadi sumber alternatif pembiayaan infrastruktur.
"Karena
sejak 2008, industri keuangan berbasis hukum Islam ini rata-rata tumbuh 17,5
persen per tahun. Diperkirakan sampai akhir tahun volume aset finansial yang
sudah diatur sesuai prinsip-prinsip syariah mencapai lebih 2 triliun dolar
AS," kata Muliaman saat membuka International Conference on Islamic
Finance 2015 di Jakarta, Kamis (12/11/2015).
Acara
tersebut digelar OJK bersama World Bank dan Islamic Development Bank (IDB),
dengan tema “Infrastructure Financing: The Unleashed Potential of Islamic
Finance”.
Hal
itu, ujarnya, mengingat keuangan syariah sudah menjadi bagian signifikan di
ekonomi global dalam perkembangan keuangan dunia. "Artinya, kami
membutuhkan ahli keuangan perbankan, sindikasi keuangan, atau pembiayaan sukuk
dari capital market. Termasuk ahli dalam manajemen risiko keuangan, seperti
mitigasi risiko dari asuransi," katanya.
Selain
itu, lanjut Muliaman, penciptaan produk keuangan syariah sesuai karakter
pembiayaan infrastruktur. Hal ini menjadi penting, mengingat Indonesia
berpenduduk mayoritas Islam, namun berasal dari beraneka ragam suku.
"Kami
butuh skala institusi keuangan syariah yang besar dengan modal yang kuat, untuk
skala keuangan yang besar dan proyek infrastruktur yang lebih panjang. Dalam
hal ini, berbagai langkah harus diselesaikan," tambahnya.
Disamping
itu, Muliaman sangat berharap agar Pemerintah Daerah (Pemda) bisa
mengoptimalkan dana publik melalui penerbitan obligasi untuk pembiayaan
insfrastruktur di wilayahnya masing-masing.
“Selama
ini pembiayaan infrastruktur di daerah lebih banyak dari sumber pembiayaan
tradisional, seperti APBN, APBD dan kredit perbankan. Padahal dana tersebut
bisa dihindari jika Pemda menerbitkan obligasi," urainya
Muliaman
mengatakan, adanya tren perbaikan sejumlah indikator makroekonomi domestik diharapkan
menjadi momentum awal bagi para stakeholder untuk mengoptimalkan pencarian
sumber pembiayaan infrastruktur nontradisional. (Satrio Widianto/A-147)***
BAB 4
Contoh
Kasus : Etika Produksi
Tanah
pertanian rusak , apel malang terancam punah
Contoh kasus ini
berkaitan dengan Etika Produksi.
Liputan6.com, Malang - Sugiman, petani apel
di Desa Tulungrejo Kecamatan Bumiaji Kota Batu, Jawa Timur memutuskan mengurangi
penggunaan bahan kimia untuk merawat kebun apel miliknya. Meski belum seratus
persen, tapi pola perawatan pertanian apel dengan pupuk organik mulai
diterapkannya. “Saya ingin buah apel produksi lahan pertanian saya
berkualitas, lebih sehat dan ramah lingkungan,” kata Sugiman, Kamis (12/11/2015).
Ia memiliki lahan pertanian seluas 2,5
hektare (ha) yang ditanami sekitar 2.000 pohon apel. Sekali panen, 1 ha lahan
apel menghasilkan 20 ton apel. Dulu, menggunakan pupuk kimia dan pestisida
adalah satu-satunya cara merawat pertanian apel miliknya. Namun sejak tahun
2008, Sugiman mulai menerapkan penggunaan pupuk organik dengan pola secara
terputus.
“Pola penggunaanya putus-putus. Daya tahan
tanaman apel belum mampu kalau sepenuhnya menggunakan organik. Kalau cuaca
buruk dan banyak serangan hama, pupuk kimia dan pestisida baru dipakai,”
ujarnya.
Keputusan menggunakan pupuk organik didasari
kerusakan tanah di lahan pertanian apel di Kota Batu yang sudah semakin parah.
Itu disebabkan penggunaan pupuk kimia secara menerus tanpa diimbangi pupuk
organik merusak struktur tanah, menjadi asam. Pohon apel berusia lebih dari 30
tahun, mudah terserang hama.
Sugiman membutuhkan 20 ton pupuk organik
untuk setiap 1 ha lahan apel miliknya. Jika menggunakan bahan kimia, ia harus
merogoh duit sebesar Rp 10 juta-Rp 30 juta untuk perawatan tiap 1 ha kebun apel
miliknya. Ongkos produksi pertanian organik sebenarnya jauh lebih murah. Sebab,
dosis dosis pupuk kimia terus bertambah jika pemakaian pupuk kimia sudah
berlebihan.
“Kalau
pakai pestisida, gradenya terus dinaikkan. Karena hama semakin kebal, tak bisa
kalau menggunakan obat yang sama tiap ganti musim,” ungkap Sugiman. Penggunaan
pupuk kimia secara terus menerus ini juga menimbulkan kekawatiran bagi
kesehatan Sugiman sendiri. “Setiap hari selalu berhubungan dengan pupuk kimia
dan pestisida yang berbahaya. Lama-lama kawatir juga dengan kesehatan saya
sendiri,” katanya. Lahan pertanian apel di Kota Batu dari tahun ke tahun memang
menyusut drastis. Selain faktor alam yaitu suhu udara yang semakin panas,
penggunaan bahan kimia berlebih juga menjadi salah satu penyebab.
Pada masa lalu ketika apel Batu mencapai masa
kejayaan, apel masih bisa ditanam di wilayah rendah dengan ketinggian 800 meter
di atas permukaan laut (mdpl). Saat ini, keberadaan pohon apel di Kota Batu
terus naik ke wilayah yang lebih tinggi, di atas 1.200 mdpl.
Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Kehutanan (Distanhut) Kota Batu, lahan pertanian apel memang terus menyusut. Semula luas lahan apel lebih dari 2.400 ha, kini tinggal 1.700 ha. Pada tahun 2004 silam terdapat 2,6 juta pohon apel yang seluruhnya produktif. Pohon itu mampu menghasilkan 919 ribu kuintal apel atau setiap pohon menghasilkan 18 kilogram (kg) apel. Di tahun 2014 lalu, jumlah pohon apel tinggal 2,1 juta pohon dan yang produktif hanya 1,2 juta pohon. Produktivitasnya pun menjadi 708 ribu kuintal atau per pohon hanya menghasilkan 14 kg apel.
“Struktur tanah pertanial apel sudah rusak parah karena penggunaan pupuk kimia dan pestisida. Jadi residunya sudah terlalu banyak,” kata Lendi Agus S, Kepala Seksi Holtikultura Bidang Tanaman Pangan Dinas Pertanian dan Kehutanan Kota Batu. Pemerintah Kota Batu terlambat menyadari kerusakan tanah pertanian di wilayahnya. Program Go Organic baru dikumandangkan tahun 2013. Alokasi anggaran untuk membantu petani apel pun belum maksimal. Pada tahun ini, hanya ada anggaran sebesar Rp 2,5 miliar untuk revitalisasi lahan. Hanya mencukupi 100 ha lahan apel saja. Bantuan berupa pupuk organik, memperkaya mikro organisme tanah itu dengan agensi hayati dan mengendalikan hama dengan pakai pestisida nabati. “Tapi anggaran terbatas, mungkin butuh waktu sepuluh tahun memperbaiki kualitas tanah pertanian apel di kota ini,” ujar Lendi. Tapi setidaknya Pemkot Batu telah mulai berbenah, memperbaiki diri menjaga buah yang menjadi maskot daerahnya tetap ada. Musuh buah produk pertanian local ini bukan produk impor. Melainkan pola tanam pertanian itu sendiri. Butuh waktu panjang untuk mengubah perilaku petani.
Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Kehutanan (Distanhut) Kota Batu, lahan pertanian apel memang terus menyusut. Semula luas lahan apel lebih dari 2.400 ha, kini tinggal 1.700 ha. Pada tahun 2004 silam terdapat 2,6 juta pohon apel yang seluruhnya produktif. Pohon itu mampu menghasilkan 919 ribu kuintal apel atau setiap pohon menghasilkan 18 kilogram (kg) apel. Di tahun 2014 lalu, jumlah pohon apel tinggal 2,1 juta pohon dan yang produktif hanya 1,2 juta pohon. Produktivitasnya pun menjadi 708 ribu kuintal atau per pohon hanya menghasilkan 14 kg apel.
“Struktur tanah pertanial apel sudah rusak parah karena penggunaan pupuk kimia dan pestisida. Jadi residunya sudah terlalu banyak,” kata Lendi Agus S, Kepala Seksi Holtikultura Bidang Tanaman Pangan Dinas Pertanian dan Kehutanan Kota Batu. Pemerintah Kota Batu terlambat menyadari kerusakan tanah pertanian di wilayahnya. Program Go Organic baru dikumandangkan tahun 2013. Alokasi anggaran untuk membantu petani apel pun belum maksimal. Pada tahun ini, hanya ada anggaran sebesar Rp 2,5 miliar untuk revitalisasi lahan. Hanya mencukupi 100 ha lahan apel saja. Bantuan berupa pupuk organik, memperkaya mikro organisme tanah itu dengan agensi hayati dan mengendalikan hama dengan pakai pestisida nabati. “Tapi anggaran terbatas, mungkin butuh waktu sepuluh tahun memperbaiki kualitas tanah pertanian apel di kota ini,” ujar Lendi. Tapi setidaknya Pemkot Batu telah mulai berbenah, memperbaiki diri menjaga buah yang menjadi maskot daerahnya tetap ada. Musuh buah produk pertanian local ini bukan produk impor. Melainkan pola tanam pertanian itu sendiri. Butuh waktu panjang untuk mengubah perilaku petani.
“Apel
kita punya pasar sendiri, tak perlu kawatir dengan buah impor. Yang harus
diubah mulai sekarang adalah pola tanam agar apel kita lebih berkualitas dan
sehat,” tandas Lendi.(Zainul Arifin/Ndw)
BAB 5
Contoh Kasus : Persaingan Sempurna
Harga Daging Sapi
Masih Tinggi di Pasar TradisionalCopy Link
Sejumlah pedagang
daging sapi menyebutkan, kenaikan harga akan terjadi lagi empat hari menjelang
Lebaran, Pasar Minggu, Jakarta, Kamis (24/7/2014) (Liputan6.com/Miftahul Hayat)
Liputan6.com, Jakarta
- Harga daging sapi di pasar tradisional
hingga saat ini masih terhitung tinggi. Padahal sebelumnya para pedagang sempat
menggelar mogok berjualan daging pada 9-12 Agustus 2015 lalu. Arman, salah satu
pedagang daging sapi di PD Pasar Jaya Pasar Buncit, Jakarta Selatan mengatakan,
sejak aksi mogok lalu, harga daging sapi tidak mengalami penurunan yang
signifikan.
"Mogok kemarin
tidak pengaruh, harganya daging tetap saja tinggi," ujar Arman saat
berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Rabu (9/9/2015).
Dia mengungkapkan,
sebelum para pedagang menggelar mogok pada bulan lalu, harga daging sapi berada pada kisaran
Rp 140 ribu-Rp 130 ribu per kg. Sedangkan saat ini harga daging masih sebesar
Rp 120 ribu per kg.
"Waktu itu saya
jual Rp 130 ribu per kg, sekarang Rp 120 ribu. Cuma turun Rp 10 ribu. Daging
kalau sudah naik memang susah turunnya," kata dia.Namun, berbeda dengan
harga ayam potong. Meski sempat melakukan mogok berjualan pada 17-18 Agustus
2015 lalu, kini harga ayam potong turun dari Rp 40 ribu menjadi Rp 25 ribu-Rp
30 ribu per ekor.
"Ayam harganya
turun, dibanding waktu itu sudah turun banyak. Sekarang Rp 25 ribu untuk yang
kecil. Normalnya memang segitu," kata Laila, salah satu pedagang ayam
potong PD Pasar Jaya Pasar Buncit, Jakarta Selatan. (Dny/Ahm)
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar