Jumat, 08 Januari 2016

Fera Hernawati - 12212892 - Contoh Kasus - Etika bisnis - BAB 1- 5



BAB 1
Contoh Kasus :  Etika Moral

Balita 4 Bulan di Bekasi Meninggal Diduga Dianiaya Ibu Kandung

By Rahmat Hidayat on 21 Agu 2015 at 13:19 WIB
Liputan6.com, Bekasi - Rayyan Algifari, balita berusia 4 bulan warga Perum Auri Margahayu, Bekasi Timur, Kota Bekasi, Jawa Barat, meninggal pada Rabu 5 Agustus 2015 dengan luka di lengan. Diduga, balita tersebut meninggal akibat penganiayaan ibu kandung.

Ari Hananti, (67) nenek korban yang diwakili kuasa hukumnya langsung melaporkan kasus dugaan penganiayaan itu ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Bekasi Kota, pada Kamis 20 Agustus 2015 dengan nomor laporan STPL /1458/K/VIII/2015/SPKT/Resta Bekasi Kota.

Kuasa hukum Ari Hananti, Hermanto, mengatakan kedatangan mereka ke PPA Mapolresta Bekasi Kota untuk melaporkan tindakan dugaan penganiayaan yang menyebabkan balita berusia 4 bulan itu tewas dengan kondisi mengenaskan yang diduga dilakukan Vita Alfina (37) yang merupakan anak kandung Ari Hananti sendiri.

"Kami bersama dengan tim kuasa hukum dari Barisan Advokat Bersatu (Beradu) mendatangi PPA Mapolresta Bekasi Kota untuk melaporkan kasus tewasnya Rayyan Algifari yang diduga dianiaya orangtua kandungnya sendiri," kata Hermanto di Mapolresta Bekasi Kota, Jumat (21/8/2015) dini hari.

Dia mengatakan, kejadian tersebut terjadi di rumah Ari Hananti di perumahan Auri, Margahayu, Bekasi Timur, Kota Bekasi, pada 5 Agustus 2015.

"Di rumah tersebut, diduga korban dianiaya oleh pelaku. Korban merupakan putra keempat dari suami ketiga pelaku," ujar Hermanto.

Menurutnya, kejadian tersebut berawal ketika sang nenek pergi ke Bintaro, Jakarta Selatan, sedangkan korban bersama ibu kandungnya di rumah bersama 3 kakak korban lain. Diduga pelaku dan suaminya bertengkar sampai akhirnya sang nenek mendapat laporan dari RT setempat bahwa cucunya meninggal.

"Korban tewas dengan kondisi yang memprihatinkan, bagian tangan dan kakinya terdapat luka memar yang diduga mengalami tindak penganiayaan," papar dia.

Karena takut hal serupa terjadi dengan cucu-cucu yang lainnya, sang nenek bersama dengan kuasa hukumnya melaporkan kasus ini ke kepolisian.
Ibu Kandung Diperiksa
Kasubag Humas Polresta Bekasi Kota AKP Siswo mengatakan, hingga kini pihaknya masih memeriksa ibu korban yang diduga melakukan penganiayaan terhadap anak kandungnya itu.

"Hingga kini pihak kepolisian Polresta Bekasi Kota masih melakukan pemeriksaan dan mendalami keterangan ibu korban," kata AKP Siswo kepada Liputan6.com di Bekasi, Jumat.
Siswo mengatakan, awal kasus ini berdasarkan laporan dari nenek korban tentang adanya dugaan penganiayaan yang dilakukan oleh ibu kandung. Atas dasar laporan itu, petugas langsung bergerak cepat dan mengamankan ibu kandung korban di wilayah Rawamangun, Jakarta Timur dini hari tadi.

"Ibu kandung sudah diperiksa, namun untuk perkembangan lebih lanjut pihak kepolisian masih menunggu penyidik. Saat ini status ibu korban masih terlapor," ujar Siswo. (Mvi/Yus)
.


BAB 2

Contoh Kasus :  Teori Etika Moral
                                          
Taman Rusak karena Es Krim Gratis, Walikota Risma Marah Besar
Liputan6.com, Surabaya - Acara bagi-bagi es krim di Taman Bungkul Surabaya, Jawa Timur sekitar pukul 06.00 WIB, membuat marah Walikota Surabaya Tri Rismaharini. Sebab, taman yang pernah mendapatkan penghargaan dari PBB tersebut rusak parah.

Tri Rismaharini mengatakan, akan menuntut secara hukum pihak panitia karena acara Wall's Ice Cream Day yang diselenggarakan di Taman Bungkul, Surabaya, Minggu (11/5/2014), merusak taman kota yang telah susah payah ia bangun bersama warganya.
Dengan penuh amarah, Risma mendatangi stand panitia sambil memarahi mereka karena telah merusak taman yang dia bangun dengan dana miliaran dan juga waktu yang tidak sebentar.

"Kalian tidak punya izin ngadain ini, lihat semuanya rusak! Kami bangun ini nggak sebentar, biayanya juga nggak sedikit. Kalian seenaknya merusak. Saya akan tuntut kalian!" seru Risma sambil meninggalkan panitia Wall's yang terlihat kaget.
Namun, hal yang berbeda diungkapkan pihak panitia, terkait perizinan. Panitia mengaku telah mendapat izin, baik dari Pemerintah Kota (Pemkot), Polrestabes, dan juga Dinas terkait untuk mengadakan dan mengamankan acara.

"Izin kami sudah dapat kok. Sedangkan taman yang rusak saat ini kami sedang mendata dan akan mengganti rugi," kata Kanania Radiatni, Assisten Manager Wall's Ice Cream sebelum kedatangan Risma.
Wall's Ice Cream Day yang diselenggarakan Unilever digelar serentak di 6 kota besar, salah satunya Kota Surabaya. Dalam acara itu, mereka membagikan es krim gratis kepada warga dengan cara menukar kupon yang sebelumnya telah disebar.

Acara dimulai pukul 06.00 WIB tadi pagi dan langsung dibubarkan sejam kemudian, sekitar pukul 07.00 WIB oleh Dinas Pertamanan karena kerumunan masyarakat merusak taman kota dan menimbulkan kemacetan total.
Meski demikian, masyarakat masih terus berdatangan hingga pukul 10.00 WIB dan memadati seluruh ruas jalan yang menuju ke Taman Bungkul. Baik itu jalan protokol dari perempatan Darmo hingga perempatan Wonokromo, maupun jalan-jalan kecil di sekitar di antaranya, Progo, Jalan Serayu, Ciliwung, Cimanuk, hingga Jalan Diponegoro juga kena imbas macet.
Sementara itu, sesaat setelah kedatangan Risma, tenda Wall's sudah dibongkar dan panitia sudah tak terlihat di lokasi. (Yus)
BAB 3
Contoh Kasus : Etika Bisnis Yang Bersumber dari Agama
SDM Industri Syariah Indonesia Harus Terus Ditingkatkan
EKONOMI                             
 12 November, 2015 - 15:50
JAKARTA, (PRLM).- Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D. Hadad mengatakan, Sumber Daya Manusia (SDM) industri syariah Indonesia harus terus ditingkatkan. Hal itu untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang diyakini akan bisa menjadi sumber alternatif pembiayaan infrastruktur.
"Karena sejak 2008, industri keuangan berbasis hukum Islam ini rata-rata tumbuh 17,5 persen per tahun. Diperkirakan sampai akhir tahun volume aset finansial yang sudah diatur sesuai prinsip-prinsip syariah mencapai lebih 2 triliun dolar AS," kata Muliaman saat membuka International Conference on Islamic Finance 2015 di Jakarta, Kamis (12/11/2015).
Acara tersebut digelar OJK bersama World Bank dan Islamic Development Bank (IDB), dengan tema “Infrastructure Financing: The Unleashed Potential of Islamic Finance”.
Hal itu, ujarnya, mengingat keuangan syariah sudah menjadi bagian signifikan di ekonomi global dalam perkembangan keuangan dunia. "Artinya, kami membutuhkan ahli keuangan perbankan, sindikasi keuangan, atau pembiayaan sukuk dari capital market. Termasuk ahli dalam manajemen risiko keuangan, seperti mitigasi risiko dari asuransi," katanya.
Selain itu, lanjut Muliaman, penciptaan produk keuangan syariah sesuai karakter pembiayaan infrastruktur. Hal ini menjadi penting, mengingat Indonesia berpenduduk mayoritas Islam, namun berasal dari beraneka ragam suku.
"Kami butuh skala institusi keuangan syariah yang besar dengan modal yang kuat, untuk skala keuangan yang besar dan proyek infrastruktur yang lebih panjang. Dalam hal ini, berbagai langkah harus diselesaikan," tambahnya.
Disamping itu, Muliaman sangat berharap agar Pemerintah Daerah (Pemda) bisa mengoptimalkan dana publik melalui penerbitan obligasi untuk pembiayaan insfrastruktur di wilayahnya masing-masing.
“Selama ini pembiayaan infrastruktur di daerah lebih banyak dari sumber pembiayaan tradisional, seperti APBN, APBD dan kredit perbankan. Padahal dana tersebut bisa dihindari jika Pemda menerbitkan obligasi," urainya
Muliaman mengatakan, adanya tren perbaikan sejumlah indikator makroekonomi domestik diharapkan menjadi momentum awal bagi para stakeholder untuk mengoptimalkan pencarian sumber pembiayaan infrastruktur nontradisional. (Satrio Widianto/A-147)***

BAB 4

Contoh Kasus :  Etika Produksi
Tanah pertanian rusak , apel malang terancam punah
Contoh kasus ini berkaitan dengan Etika Produksi.
Liputan6.com, Malang - Sugiman, petani apel di Desa Tulungrejo Kecamatan Bumiaji Kota Batu, Jawa Timur memutuskan mengurangi penggunaan bahan kimia untuk merawat kebun apel miliknya. Meski belum seratus persen, tapi pola perawatan pertanian apel dengan pupuk organik mulai diterapkannya.  “Saya ingin buah apel produksi lahan pertanian saya berkualitas, lebih sehat dan ramah lingkungan,” kata Sugiman, Kamis (12/11/2015). 
Ia memiliki lahan pertanian seluas 2,5 hektare (ha) yang ditanami sekitar 2.000 pohon apel. Sekali panen, 1 ha lahan apel menghasilkan 20 ton apel. Dulu, menggunakan pupuk kimia dan pestisida adalah satu-satunya cara merawat pertanian apel miliknya. Namun sejak tahun 2008, Sugiman mulai menerapkan penggunaan pupuk organik dengan pola secara terputus.  
“Pola penggunaanya putus-putus. Daya tahan tanaman apel belum mampu kalau sepenuhnya menggunakan organik. Kalau cuaca buruk dan banyak serangan hama, pupuk kimia dan pestisida baru dipakai,” ujarnya.
Keputusan menggunakan pupuk organik didasari kerusakan tanah di lahan pertanian apel di Kota Batu yang sudah semakin parah. Itu disebabkan penggunaan pupuk kimia secara menerus tanpa diimbangi pupuk organik merusak struktur tanah, menjadi asam. Pohon apel berusia lebih dari 30 tahun, mudah terserang hama.
Sugiman membutuhkan 20 ton pupuk organik untuk setiap 1 ha lahan apel miliknya. Jika menggunakan bahan kimia, ia harus merogoh duit sebesar Rp 10 juta-Rp 30 juta untuk perawatan tiap 1 ha kebun apel miliknya. Ongkos produksi pertanian organik sebenarnya jauh lebih murah. Sebab, dosis dosis pupuk kimia terus bertambah jika pemakaian pupuk kimia sudah berlebihan.
 “Kalau pakai pestisida, gradenya terus dinaikkan. Karena hama semakin kebal, tak bisa kalau menggunakan obat yang sama tiap ganti musim,” ungkap Sugiman. Penggunaan pupuk kimia secara terus menerus ini juga menimbulkan kekawatiran bagi kesehatan Sugiman sendiri. “Setiap hari selalu berhubungan dengan pupuk kimia dan pestisida yang berbahaya. Lama-lama kawatir juga dengan kesehatan saya sendiri,” katanya. Lahan pertanian apel di Kota Batu dari tahun ke tahun memang menyusut drastis. Selain faktor alam yaitu suhu udara yang semakin panas, penggunaan bahan kimia berlebih juga menjadi salah satu penyebab.
Pada masa lalu ketika apel Batu mencapai masa kejayaan, apel masih bisa ditanam di wilayah rendah dengan ketinggian 800 meter di atas permukaan laut (mdpl). Saat ini, keberadaan pohon apel di Kota Batu terus naik ke wilayah yang lebih tinggi, di atas 1.200 mdpl.
Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Kehutanan (Distanhut) Kota Batu, lahan pertanian apel memang terus menyusut. Semula luas lahan apel lebih dari 2.400 ha, kini tinggal 1.700 ha. Pada tahun 2004 silam terdapat 2,6 juta pohon apel yang seluruhnya produktif. Pohon itu mampu menghasilkan 919 ribu kuintal apel atau setiap pohon menghasilkan 18 kilogram (kg) apel. Di tahun 2014 lalu, jumlah pohon apel tinggal 2,1 juta pohon dan yang produktif hanya 1,2 juta pohon. Produktivitasnya pun menjadi 708 ribu kuintal atau per pohon hanya menghasilkan 14 kg apel.
“Struktur tanah pertanial apel sudah rusak parah karena penggunaan pupuk kimia dan pestisida. Jadi residunya sudah terlalu banyak,” kata Lendi Agus S, Kepala Seksi Holtikultura Bidang Tanaman Pangan Dinas Pertanian dan Kehutanan Kota Batu. Pemerintah Kota Batu terlambat menyadari kerusakan tanah pertanian di wilayahnya. Program Go Organic baru dikumandangkan tahun 2013. Alokasi anggaran untuk membantu petani apel pun belum maksimal. Pada tahun ini, hanya ada anggaran sebesar Rp 2,5 miliar untuk revitalisasi lahan. Hanya mencukupi 100 ha lahan apel saja. Bantuan berupa pupuk organik, memperkaya mikro organisme tanah itu dengan agensi hayati dan mengendalikan hama dengan pakai pestisida nabati. “Tapi anggaran terbatas, mungkin butuh waktu sepuluh tahun memperbaiki kualitas tanah pertanian apel di kota ini,” ujar Lendi.  Tapi setidaknya Pemkot Batu telah mulai berbenah, memperbaiki diri menjaga buah yang menjadi maskot daerahnya tetap ada. Musuh buah produk pertanian local ini bukan produk impor. Melainkan pola tanam pertanian itu sendiri. Butuh waktu panjang untuk mengubah perilaku petani.
 “Apel kita punya pasar sendiri, tak perlu kawatir dengan buah impor. Yang harus diubah mulai sekarang adalah pola tanam agar apel kita lebih berkualitas dan sehat,” tandas Lendi.(Zainul Arifin/Ndw)
BAB 5
Contoh Kasus : Persaingan Sempurna
Harga Daging Sapi Masih Tinggi di Pasar TradisionalCopy Link
Sejumlah pedagang daging sapi menyebutkan, kenaikan harga akan terjadi lagi empat hari menjelang Lebaran, Pasar Minggu, Jakarta, Kamis (24/7/2014) (Liputan6.com/Miftahul Hayat)
Liputan6.com, Jakarta - Harga daging sapi di pasar tradisional hingga saat ini masih terhitung tinggi. Padahal sebelumnya para pedagang sempat menggelar mogok berjualan daging pada 9-12 Agustus 2015 lalu. Arman, salah satu pedagang daging sapi di PD Pasar Jaya Pasar Buncit, Jakarta Selatan mengatakan, sejak aksi mogok lalu, harga daging sapi tidak mengalami penurunan yang signifikan.
"Mogok kemarin tidak pengaruh, harganya daging tetap saja tinggi," ujar Arman saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Rabu (9/9/2015).
Dia mengungkapkan, sebelum para pedagang menggelar mogok pada bulan lalu, harga daging sapi berada pada kisaran Rp 140 ribu-Rp 130 ribu per kg. Sedangkan saat ini harga daging masih sebesar Rp 120 ribu per kg.
"Waktu itu saya jual Rp 130 ribu per kg, sekarang Rp 120 ribu. Cuma turun Rp 10 ribu. Daging kalau sudah naik memang susah turunnya," kata dia.Namun, berbeda dengan harga ayam potong. Meski sempat melakukan mogok berjualan pada 17-18 Agustus 2015 lalu, kini harga ayam potong turun dari Rp 40 ribu menjadi Rp 25 ribu-Rp 30 ribu per ekor.
"Ayam harganya turun, dibanding waktu itu sudah turun banyak. Sekarang Rp 25 ribu untuk yang kecil. Normalnya memang segitu," kata Laila, salah satu pedagang ayam potong PD Pasar Jaya Pasar Buncit, Jakarta Selatan. (Dny/Ahm)
Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar